Ari Ersandi Kupas Makna Tari Kontemporer di Lanjong Art Festival

Karsaloka.com, Kutai Kartanegara – Workshop tari kontemporer dalam rangkaian Lanjong Art Festival 2025 yang digelar di Ladaya, Tenggarong, Sabtu (23/8/2025), menghadirkan koreografer nasional Ari Ersandi sebagai pemateri. Dalam sesi ini, Ari mengajak peserta memandang tari kontemporer bukan hanya soal bentuk gerak, tetapi sebagai cara kerja dalam proses penciptaan.

Menurut Ari, banyak orang keliru memahami tari kontemporer sebagai gerakan yang sekadar berbeda atau bahkan aneh. Padahal, esensi sesungguhnya ada pada proses kreatif.

“Kontemporer itu letaknya ada pada cara kerjanya, dan menciptakannya. Bagaimana kita melihat sebuah gagasan atau ide, lalu mengolah inspirasi itu menjadi koreografi, bentuk yang akhirnya tercipta berdasarkan informasi yang ditemukan sebelumnya,” jelasnya.

Ia menambahkan, tari kontemporer lahir dari pertemuan banyak unsur, mulai dari tradisi, tari modern, hingga berbagai isu sosial yang ketika bergesekan justru melahirkan kebaruan.

Meski begitu, Ari mengakui pengembangan tari kontemporer tidak lepas dari tantangan, terutama dari penari yang masih terpaku pada tradisi.

“ Di setiap tempat orang punya pertahanan. Mereka bilang, ‘Aku hanya bisa tradisi, aku tidak mau kontemporer, tidak nyaman bagiku.’ Itu muncul karena pemahaman awalnya salah,” ujarnya.

Respon penonton pun juga sangat beragam.

“Kadang ada penonton yang bilang, ‘Aku lebih suka tradisi, nggak ngerti yang kayak gini.’ Itu sebenarnya soal fase kedewasaan,” katanya.

Workshop kali ini diikuti peserta dari berbagai daerah, sebagian besar berlatar belakang aktor. Ari menggunakan metode Training for Actor ala Meyer Hall agar mereka bisa lebih berani mengeksplorasi gerak, bukan sekadar menirukan.

“Aku sendiri membaca tubuh masing-masing peserta. Dari usaha kecil mereka saja aku sudah sangat apresiasi, karena mereka jujur dalam mengeksplorasi, dan Itu menarik sekali buatku,” ucap Ari.

Ari berpesan kepada generasi muda agar tidak terjebak hanya pada orientasi uang ketika berkarya.

“Harapanku untuk teman-teman penari, khususnya yang muda, jangan berorientasi hanya pada uang. Memang masuk akal, kita butuh uang, tapi jangan lupa bahwa proses juga penting,” tegasnya.

Ia berharap penari di Kalimantan bisa lebih terbuka dan tidak terjebak pada mentalitas saling menjatuhkan.

“Jangan malu salah atau jelek. Kalimantan punya potensi besar. Semoga makin lama kita makin terbuka, lebih santai, lebih chill,” pungkasnya.(AuliaRS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *