

Karsaloka.com, KUKAR – Meski telah masuk dalam muatan lokal di sekolah, Bahasa Kutai dinilai masih jauh dari kehidupan sehari-hari para pelajar di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Pemerintah daerah menilai, pelestarian bahasa daerah tidak cukup hanya melalui pembelajaran teori di ruang kelas.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar menyoroti rendahnya penggunaan Bahasa Kutai di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pengaruh kuat Bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya disebut menjadi tantangan utama dalam menjaga eksistensi Bahasa Kutai di tengah generasi muda.
Kepala Disdikbud Kukar, Tauhid Afrilian Noor, menyebut bahwa Bahasa Kutai harus dipraktikkan secara aktif agar tidak menjadi bahasa mati. Menurutnya, ruang praktik harus dibuka lebar agar anak-anak terbiasa mendengar dan menggunakan bahasa tersebut dalam percakapan sehari-hari.
“Kalau cuma diajarkan di kelas tapi jarang dipakai, Bahasa Kutai akan terasa asing bagi anak-anak,” ujarnya, Sabtu (24/5/2025).
Upaya pelestarian yang dilakukan Disdikbud saat ini diarahkan pada pendekatan yang lebih menyenangkan. Sekolah-sekolah mulai rutin menggelar pertunjukan Bekesah Kutai sebagai bagian dari kegiatan seni dan budaya yang melibatkan siswa secara langsung.
Namun, Tauhid mengakui bahwa tantangan masih besar. Bahasa Kutai yang dipakai anak muda saat ini banyak bercampur dengan Bahasa Indonesia. Bahkan, sejumlah istilah klasik sudah mulai terlupakan atau tidak dikenal sama sekali oleh pelajar.
“Dengan membiasakan dari awal, anak-anak akan lebih percaya diri memakai Bahasa Kutai dalam berbagai kesempatan, baik formal maupun santai,” jelasnya.
Situasi ini dikhawatirkan mempercepat lunturnya keaslian bahasa daerah jika tidak ada intervensi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, selain sekolah, peran keluarga dan komunitas juga sangat dibutuhkan dalam membentuk kebiasaan berbahasa sejak dini.
Tauhid menegaskan bahwa keluarga memiliki pengaruh besar dalam menanamkan kecintaan terhadap bahasa ibu.
“Peran orang tua juga sangat penting. Kalau di rumah tidak dibiasakan, anak-anak akan kehilangan daya lekat terhadap bahasa daerahnya,” tambah Tauhid.
Menurutnya, percakapan sehari-hari di rumah bisa menjadi sarana paling efektif untuk menjaga Bahasa Kutai tetap hidup.
“Kalau kita tidak mulai dari sekarang, Bahasa Kutai akan makin jauh dari kehidupan generasi penerus,” pungkasnya.(Advdiskominfokukar/farid)