
Karsaloka.com, Kutai Kartanegara – Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) tahun 2025 berlangsung berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Selama tiga hari pelaksanaan, 26–28 Agustus 2025, sebanyak 595 mahasiswa baru diwajibkan mengenakan pesapu dan seraung, dua atribut khas masyarakat Kutai.
Pesapu merupakan kain penutup kepala yang menyerupai ikat kepala. Biasanya dipakai laki-laki dalam acara adat atau sebagai pelindung dari panas saat bekerja di ladang.
Sementara seraung adalah caping besar dari anyaman daun pandan atau nipah yang lazim dipakai petani dan nelayan, dan kini juga sering tampil dalam pertunjukan seni tradisional Kutai.
Ketua Panitia PKKMB Unikarta 2025, Zulkarnain, menjelaskan pemakaian pesapu bukan sekadar atribut, tetapi juga sarat makna budaya.
“Pada kegiatan PKKMB tahun ini kami mengangkat tema Satu Bangsa Satu Jiwa, Unikarta Bergerak dan Berdampak untuk Nusantara.
Tema ini diangkat karena kami ingin seluruh fakultas di Unikarta bersatu dan saling mengenal. Melalui tema ini, hubungan antar-fakultas bisa semakin erat, menyatu dalam satu jiwa dan raga,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pesapu dipilih karena memiliki nilai filosofis sebagai simbol kebanggaan, identitas, dan kearifan lokal masyarakat Kutai.
“Kami ingin budaya ini dikenal luas, tidak hanya di tingkat regional dan nasional, tetapi juga internasional. Seperti di Riau ada tradisi Jujalur yang mampu menarik wisatawan mancanegara, saya optimis hal serupa bisa terjadi di Kutai Kartanegara,” jelasnya.
Zulkarnain juga menekankan bahwa atribut budaya ini menjadi cara memperkenalkan Kutai kepada mahasiswa baru yang berasal dari berbagai daerah.
“Banyak mahasiswa dari Sulawesi, Maluku, hingga NTB yang baru pertama kali melihat pesapu, dan mereka memberi respon positif. Artinya, tujuan kami memperkenalkan budaya Kutai sudah mulai tercapai,” tambahnya.
Di sisi lain, Rektor Unikarta, Prof Ince Raden, menyambut baik gagasan panitia PKKMB. Baginya, cara ini merupakan langkah nyata untuk menjaga budaya lokal di tengah arus modernisasi.
“Kita semaju apapun dunia saat ini, tetap punya budaya yang harus dijaga. Dengan cara ini, generasi muda bisa menghargai warisan leluhur dan menjadikannya ciri khas yang membedakan kita dari daerah lain,” tegasnya.
Zulkarnain berharap kegiatan serupa bisa terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.
“Harapan kami ke depan, kegiatan-kegiatan kampus yang bernuansa budaya seperti ini bisa terus dilestarikan, dijaga, dan dijalankan secara konsisten. Dengan begitu, nilai-nilai budaya tetap hidup di tengah generasi muda dan memberi dampak positif bagi keberlangsungan tradisi kita,” pungkasnya.(AuliaRS)