
Karsaloka.com, Kutai Kartanegara – Satpol PP bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kukar menertibkan anak-anak yang bekerja sebagai badut di sejumlah titik ruang publik, Sabtu (2/8/2025). Penertiban ini tak sekadar membubarkan, tetapi menjadi pintu masuk perlindungan dan pendampingan menyeluruh bagi anak-anak yang tereksploitasi.
Penertiban ini dilakukan sebagai respons terhadap laporan masyarakat yang merasa resah terhadap keberadaan anak-anak badut di ruang-ruang publik, terutama pada malam hari.
Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah Satpol PP Kukar, Rasidi menjelaskan bahwa operasi dilakukan dengan tetap mengacu pada arahan teknis dari DP3A.
“Saya langsung koordinasi dengan pimpinan malam itu juga, dan kami segera turun ke lapangan. Kami hanya bertugas mengamankan, sementara teknis penanganan anak-anaknya tetap sesuai arahan dari DP3A,” kata Rasidi.
Beberapa titik yang disasar dalam operasi tersebut antara lain turapan, lapangan basket Timbau, kawasan Sari Laut, taman Tanjong, dan Titik Nol. Dalam operasi itu, sekitar lima anak anak dibawah umur yang berhasil diamankan. Mereka sebagian besar sudah tidak bersekolah dan kerap terlihat di jalanan untuk bekerja sebagai badut.
“Kami sudah cukup sering melihat aktivitas mereka. Beberapa anak bahkan saya kenali karena sering berada di jembatan. Biasanya mereka mangkal di SPBU atau bank, tapi karena malam hari, lokasi itu sepi,” ujarnya.
Rasidi menambahkan, untuk orang dewasa yang berusia di atas 19 tahun, Satpol PP tidak melakukan penahanan selama aktivitasnya tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, untuk anak-anak, upaya penanganan lebih serius dilakukan karena menyangkut perlindungan anak.
Kepala DP3A Kukar, Hero Suprayitno menyampaikan apresiasi terhadap kolaborasi Satpol PP dalam operasi penertiban ini. Ia menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan membubarkan, tetapi juga menjadi langkah awal untuk menyelamatkan masa depan anak-anak.
“Kami sangat mengapresiasi upaya Satpol PP. Tapi yang paling penting adalah memastikan bahwa anak-anak ini tetap mendapatkan perlindungan. Mereka bukan pelaku, melainkan korban dari situasi ekonomi dan eksploitasi,” ujarnya.
DP3A telah menyiapkan serangkaian langkah lanjutan, seperti pendataan, pemanggilan, advokasi, dan konseling melalui Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Anak. Pihak sekolah pun akan dilibatkan untuk mendorong anak-anak kembali bersekolah.
“Kami juga akan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, dan Bagian Kesra untuk memberikan bantuan pendidikan, termasuk kemungkinan beasiswa bagi anak-anak yang putus sekolah,” jelas Hero
Konselor psikologi DP3A, Mira Hapsari menilai penertiban anak-anak badut tidak bisa hanya sebatas razia. Menurutnya, perlu ada pemahaman mendalam terhadap penyebab utama mengapa anak-anak tersebut bisa berada di jalanan.
“Kalau mau ada pencegahan yang efektif, kita harus tahu alasan di baliknya. Tidak cukup hanya menangkap bos badutnya. Anak-anak ini sering kali menjadi korban ekonomi keluarga atau bahkan didorong oleh orang tuanya sendiri,” ujar Mira.
Ia menceritakan beberapa anak yang ia tangani, di mana anak-anak kembali ke jalan meski sebelumnya sudah ada intervensi. Bahkan ada anak yang tinggal bersama “bos badut” karena tidak diasuh oleh orang tua kandung.
“Ada yang usianya baru 11 tahun, tidak bisa baca tulis, dan sudah terbiasa bekerja malam. Mereka justru merasa takut kalau harus pulang, karena bisa mendapat kekerasan dari keluarganya sendiri,” tambahnya.
Satpol PP dan DP3A Kukar sepakat bahwa penanganan anak-anak badut memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan banyak pihak. Kolaborasi lintas instansi menjadi kunci untuk menyelesaikan persoalan eksploitasi anak yang kian mengkhawatirkan.
Rasidi menegaskan bahwa pihaknya siap menindak jika ditemukan indikasi adanya jaringan atau koordinator yang mengeksploitasi anak-anak.
“Kalau ada bukti kuat, akan kami proses secara hukum. Dulu sudah pernah kami tangani dua orang. Tapi kami harap, ke depan, yang diproses bukan hanya anak-anak atau pelaksana di lapangan, tapi juga bos-nya,” tegasnya.
Penanganan ini diharapkan tidak hanya bersifat jangka pendek atau bersifat pembinaan sementara, tetapi juga menyentuh akar persoalan seperti kemiskinan, pendidikan, dan perlindungan anak.(AuliaRS)