
Karsaloka.com, Kutai Kartanegara – Polres Kutai Kartanegara (Kukar) berhasil mengungkap kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan jaringan antarprovinsi. Pengungkapan ini dilakukan bersama tim dari Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) dan sejumlah instansi terkait.
Kapolres Kukar AKBP Dodi Surya Putra, melalui Kasat Reskrim AKP Ecky Widi Prawira menyampaikan dalam jumpa pers bahwa kasus ini terbongkar pada Kamis (17/7/2025) lalu di Wisma Bunga Mawar, kawasan Lokalisasi Galendrong, Kecamatan Muara Jawa, Kukar.
“Pelaku yang kami amankan berinisial IM (42), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Muara Jawa Ulu,” jelas Ecky, Selasa pagi (22/7/2025).
Ia menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas prostitusi anak di bawah umur. Berdasarkan informasi tersebut, polisi bersama tim gabungan langsung bergerak dan melakukan penggerebekan saat malam hari.
“Saat kami gerebek, lokasinya sedang aktif. Dari sekian wanita yang bekerja di sana, dua di antaranya ternyata masih di bawah umur,” ujar Ecky.
Dua remaja perempuan tersebut berinisial RK dan YS, masing-masing berusia 17 tahun, berasal dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Dalam penggerebekan itu, YS bahkan ditemukan bersembunyi dalam gentong air di kamar mandi oleh Tim Alligator dan PPA Polres Kukar.
“Awalnya mereka cuma disuruh jadi pemandu karaoke dan minum-minum. Tapi lama-lama, mereka juga diminta melayani tamu di kamar,” ungkap Ecky.
RK dan YS disebut harus menyetor uang kepada IM setiap kali mendapat tamu, dengan besaran antara Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu, tergantung tarif layanan. Selain itu, mereka juga dikenai biaya makan dan listrik bulanan sebesar Rp 300 ribu, di luar utang yang masih menumpuk.
Setelah diamankan, IM langsung dibawa ke Mapolres Kukar untuk diperiksa, sedangkan RK dan YS ditangani oleh instansi terkait untuk proses pemulangan dan pendampingan.
Dari hasil pemeriksaan, IM mengaku mengajak RK dan YS ke Kalimantan Timur dengan janji akan dibiayai. RK sudah lebih dulu datang sejak Maret 2025, sementara YS baru tiba pada akhir Mei 2025.
“Memang mereka dibiayai, tapi ternyata dicatat sebagai utang. Biaya tiket, makan, dan transportasi ditanggung pelaku, tapi kemudian dibebankan ke korban,” kata Ecky.
Ironisnya, RK dan YS tidak pernah tahu pasti berapa total utangnya karena IM tak pernah menunjukkan catatan apa pun. Mereka hanya diberitahu secara lisan bahwa utangnya belum lunas. Berdasarkan keterangan, RK masih memiliki sisa utang sekitar Rp 5 juta, sementara YS disebut-sebut baru saja melunasi.
“Keduanya awalnya tidak tahu akan dijadikan PSK. Setelah sampai di Galendrong, baru diberi tahu pekerjaannya. Karena terlanjur punya utang, mereka merasa tidak punya pilihan lain,” jelasnya.
Akibat perbuatannya, IM dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, junto Pasal 88 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 296 dan/atau Pasal 506 KUHP.
“Ancaman hukumannya minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, dengan denda antara Rp 120 juta hingga Rp 600 juta. Kami juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk buku utang dan catatan transaksi,” pungkas Ecky.
Sebagai informasi, Lokalisasi Galendrong terletak di Kecamatan Muara Jawa yang termasuk wilayah penyangga IKN. Kawasan ini berada di pesisir Kukar dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Samboja serta Sangasanga. Karena itu, penertiban seperti Operasi Yustisi Prostitusi rutin dilakukan demi menjaga ketertiban umum di sekitar wilayah pembangunan IKN.(AuliaRS)