
Karsaloka.com, Kutai Kartanegara – Komisi I DPRD Kukar kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan terkait sengketa lahan dan tanaman warga yang terdampak aktivitas tambang di wilayah Samboja, Senin (14/10/2025). Persoalan ini sudah mencuat sejak 2023, namun belum menemukan titik temu.
Anggota Komisi I DPRD Kukar, Wandi, menjelaskan bahwa konflik melibatkan kelompok tani dan pihak yang mengklaim kepemilikan pribadi atas nama Gusman. Menurutnya, perusahaan dinilai tidak dapat langsung disalahkan karena mereka mengacu pada legalitas formal.
“Kelompok tani tidak punya dasar hukum resmi, hanya berpegang pada klaim dari kesultanan. Mereka menempati lahan itu sejak 2016. Luasnya sekitar delapan sampai sepuluh hektare, tapi tidak semuanya dikuasai perusahaan,” ujar Wandi.
DPRD memberi waktu satu minggu agar kedua pihak pemilik legal dan kelompok tani dapat berkomunikasi untuk mencari solusi. Bila tidak ada kesepakatan, RDP akan dijadwalkan ulang. Kelompok tani disebut hanya ingin tanaman mereka diakui atau diganti rugi.
Perwakilan petani, Sugiani, menyampaikan bahwa ada 54 kepala keluarga yang sejak 2016 mengelola kebun di kawasan Handil Baru dan Senipah. Mereka menanam sawit, pisang, singkong, serta berbagai tanaman pangan.
Menurutnya, pada 10 November 2023, perusahaan tambang masuk ke lokasi dan merusak kebun warga. Sebagian petani sempat diajak bernegosiasi, tapi beberapa merasa ditekan.
“Kami memang tidak punya surat legalitas, tapi tanam tumbuh kami sejak 2016 masih ada sebagai bukti,” ujarnya.
Sugiani mengaku laporan ke Polsek dan kecamatan tidak ditindaklanjuti karena ketiadaan dokumen legal. Mereka kemudian meminta bantuan ormas dan bersama-sama menghentikan aktivitas alat berat di lapangan. Aktivitas penambangan sempat berhenti, tetapi perusahaan kembali melanjutkan kegiatan setelah beberapa waktu. Karena itu, para petani akhirnya melapor ke DPRD.
Ia menegaskan bahwa warga tidak meminta lahan dikembalikan, tetapi berharap ada kompensasi atas tanaman mereka.
“Kami kehilangan sumber penghidupan. Dulu saya bisa menjual pisang dan singkong untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Sekarang semua habis,” kata Sugiani.
Para petani berharap DPRD menjadi jalan penyelesaian. Mereka menyadari keterbatasan legalitas, tetapi menuntut perhatian dan keadilan atas kerugian yang dialami.(AuliaRS)